Kamis, 08 Januari 2015

ORIENTASI PANEL SURYA DAN TENAGA HIDROGEN

BAB  I


PENDAHULUAN
                
1.1 Latar Belakang
Energi menjadi komponen penting bagi kelangsungan hidup manusia karena hampir semua aktivitas kehidupan manusia sangat tergantung pada ketersediaan energi yang cukup. Dewasa ini dan beberapa tahun ke depan, manusia masih akan tergantung pada sumber energi fosil karena sumber energi fosil inilah yang mampu memenuhi kebutuhan energi manusia dalam skala besar. Sedangkan sumber energi alternatif/terbarukan belum dapat memenuhi kebutuhan energi manusia dalam skala besar karena fluktuasi potensi dan tingkat keekonomian yang belum bisa bersaing dengan energi konvensional.
Di lain pihak, manusia dihadapkan pada situasi menipisnya cadangan sumber energy fosil dan meningkatnya kerusakan lingkungan akibat penggunaan energi fosil. Melihat kondisi tersebut maka saat ini sangat diperlukan penelitian yang intensif untuk mencari, mengoptimalkan dan menggunakan sumber energi alternatif / terbarukan. Hasil penelitian tersebut diharapkan mampu mengatasi beberapa permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan energi fosil.
Salah satu bentuk energi terbarukan yang dewasa ini menjadi perhatian besar pada banyak negara, terutama di negara maju adalah hidrogen. Hidrogen diproyeksikan oleh banyak negara akan menjadi bahan bakar masa depan yang lebih ramah lingkungan dan lebih efisien. Dimana suplai energi yang dihasilkan sangat bersih karena hanya menghasilkan uap air sebagai emisi selama berlangsungnya proses.
Daya hidrogen terutama dalan bentuk sel bahan bakar hidrogen (hydrogen fuel cells) menjanjikan penggunaan bahan bakar yang tidak terbatas dan tidak polusi, sehingga menyebabkan ketertarikan banyak perusahaan energi terkemuka di dunia, industry otomotif maupun pemerintahan. Untuk itu dalam pratikum kali ini yakni orientasi panel surya dan tenaga hydrogen, kita akan meneliti pengaruh dari sudut pencahayaan terhadap daya listrik yang dihasilkan panel surya. .

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui orientasi panel surya terhadap sumber cahaya.
2. Untuk mengetahui pengaruh sudut pencahayaan dengan arus yang dihasilkan panel surya.

3. Untuk mengetahui kemampuan suatu fuel cell menempuh jarak tertentu dalam waktu tertentu.

BAB II


LANDASAN TEORI

Pada umumnya suhu rata-rata bumi adalah sekitar 288 K. Namun, pernyataan ini diperkirakan hanya kebetulan saja. Mengambil dari beberapa perhitungan sekitar 30% dari peristiwa radiasi surya dipantulkan kembali ke ruang oleh atmosfer Bumi dan dengan demikian hanya dari 70% (1 kW m-2) yang tiba di permukaan Bumi, lalu menghasilkan suhu 258 K. Suhu Bumi yang benar adalah fakta terbesar, karena radiasi dikeluarkan oleh Bumi adalah penyerapan secara bagian di dalam atmosfer. Kemudian atmosfer menjadi penghangat dan memancarkan panas kembali ke Bumi. Efek yang sama terjadi dalam rumah kaca, di mana kaca menutupi penyerapan radiasi panas yang dikeluarkan oleh rumah kaca dan memancarkan beberapa dari panas kembali ke dalam rumah kaca.
            Kita dapat memahami efek rumah kaca pada atmosfer menggunakan suatu model yang sederhana. Karena suatu suhu matahari adalah 6000 k, spektrum radiasi surya (dinyatakan sebagai energi arus per panjang gelombang) mempunyai nilai maksimum sebesar 0,5 µm, yang mana atmosfer menjadi terlihat jelas. Karena hasil suhu terendah Bumi, pengurangan dari Bumi mempunyai nila maksimumnya sebesar 10 µm (pada wilayah inframerah). Semua molekul triatomik, termasuk CO2, adalah penyerap yang baik di dalam wilayah inframerah. Sebagai akibatnya, peristiwa radiasi surya mencapai permukaan Bumi, suatu bagian besar dari energi memancar dari permukaan yang diserap ke dalam atmosfer. Ini disebabkan adanya pemanasan atmosfer, yang pada gilirannya menyebabkan pengurangan kembali panas pada Bumi. Suhu Bumi maksimum ketika radiasi dari permukaan Bumi secara lengkap diserap oleh atmosfer, suatu situasi yang akan dihadapi jika konsentrasi atmosfer CO2 berlanjut meningkat.
            Apa yang membuat masalah dari peningkatan penyerapan radiasi inframerah di dalam atmosfer yang mempengaruhi manusia saat paling buruk adalah hanya setengah dari pemberian efek rumah kaca yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi CO2. Setengahnya lagi hasil dari metana, fluorinasi hidrokarbon, dan oksidasi nitrogen.
            Nomor layar api merupakan gambaran atmosfer yang mempertahankan rata-rat jalur bebas dari pengurangan radiasi setelah yang diserap di dalam atmosfer. Ini menentukan ruang layar api dalam model. Karena densitas tinggi atmosfer Venus, dengan tekanan 90 bar, rata-rata jalur bebas ini terlalu pendek pada Venus daripada pada Bumi.
            Beruntungnya, kita tidak perlu khawatir tentang suhu Bumi yang mencapai suhu seperti yang ditemukan pada Venus. Apabila persediaan oksigen Bumi kurang dikonsumsi, hasil suatu tekanan CO2 sebesar 0,2 bar, suhu Bumi tidak pernah dapat mencapai suhu Venus. Akan tetapi, alterasi yang serius siap terjadi saat suhu yang terlalu rendah meningkat, yang tidak hanya mungkin tetapi dalam faktanya sangat mungkin di Bumi. Kita juga harus mempertimbangkan banyaknya efek timbal balik. Paling berbahaya akan menjadi pembebasan kuantitas metana yang besar, suatu ketika akan lebih efektif gas rumah kaca daripada CO2, saat hidrasi metana melebur ke dalam sebuah samudera pemanas.
Perilaku Lambert ini tidak bisa diterima begitu saja. Itu hanya memberi secara keras untuk permukaan benda yang menyerap seluruh peristiwa radiasi atas mereka, yang dikenal sebagai radiasi benda hitam. Kelemahan penyerapan benda seperti sebuah lembar plastik transparan, yang mana konsentrasinya rendah dari molekul dye terlarut, menjadi sangat berbeda. Pemancaran molekul cahaya secara isotropis (sebagai contoh radiasi cahaya ketika dipancarkan oleh energi foton yang lebih tinggi). Cahaya ini tidak dilemahkan oleh penyerapan dan menyisakan isotropis. Jika kita lihat besar permukaan kaca, kita lihat seluruh molekul, hanya seolah-olah kita lihat tepi kaca, karena hasil konsentrasi molekul dye rendah mereka tidak menyembunyikan satu sama lain. Dengan kasat mata merasa bilangan foton sama dari masing-masing molekul, tanpa menghiraukan arah dari yang kita lihat pada kaca. Walaupun tepi tampak lebih cerah daripada besar permukaan. Properti ini umumnya perhiasan plastik. Interpretasi kita dengan keras mengesahkan hanya untuk material dengan indeks refraksi n = 1; untuk n > 1 pengeluaran isotropis rendah.
Reversibilitas jalur cahaya juga implikasi reversibilitas termodinamika. Ini berarti bahwa tidak ada entropi diciptakan selama jalan lintasan melewati suatu penggambaran sistem. Dan dalam faktanya konservasi energi arus densitas per sudut padat di dalam daerah dengan indek bias n, dengan meningkatkan konservasi energi per foton, adalah identik dengan konservasi entropi. Lebih tepat, untuk propagasi radiasi tidak dilemahkan oleh penyerapan atau penghamburan, ketika indeks bias n berubah, probalitas okupasi keadaan foton fy sama.
Konsentrasi dapat maksimum meskipun diperoleh dengan cara yang lain. Itu memastikan bahwa suatu penyerapan benda mencapai suhu Matahari, jika itu hanya kehilangan energi oleh pengurangan terhadap Matahari. Dalam situasi ini, kesetimbangan radiasi dengan Matahari. Biarkan kita mengasumsikan bahwa penyerap telah berada pada suhu Matahari. Itu akan tersisa kemudian pada suhu ini jika itu berada di dalam suatu rongga dinding pada suhu Matahari, bahwa karena walaupun itu hanya dapat melihat Matahari. Itu juga akan menyisakan suhu matahari jika berlokasi dalam rongga dengan dinding berefleksi secara sempurna, bahwa, karena meskipun itu hanya dapat dilihat sendiri. Lensa yang ditempatkan pada dinding suatu rongga refleksi menghasilkan suatu gambaran Matahari yang setidaknya sama besarnya dengan potongan melintang dari penyerap. Karena penyerap kemudian hanya melihat Matahari atau dirinya sendiri, itu akan mencapai suhu Matahari jika ada kaca yang sempurna. (Peter Würfel, 2009)
Ini jelas bahwa cahaya matahari lebih kuat dibandingkan cahaya lilin. Perbedaan sumber cahaya mempunyai perbedaan kekuatan. Dengan kata lain untuk kekuatan cahaya adalah intensitas. Kita dapat mengukur intensitas cahaya matahari, tetapi dalam teknologi surya yang lebih berfungsi kuantitas daripada intensitas adalah penyinaran. Sedangkan intensitas menggambarkan bagaimana kekuatan suatu sinar atau berkas cahaya, penyinaran menggambarkan berapa banyak energi yang menyolok suatu permukaan, atau total besaran dari energi yang melewati suatu daerah. Penyinaran dapat digambarkan sebagai sinar cahaya yang menyolok atau melewati suatu bayanganpermukaanhanya dari sisi lain. Penyinaran adalah besaran energi melewati permukaan ini per satuan luas dan per satuan waktu. Sebagai contoh, jika 7500 Kj dari cahaya matahari yang menyolok sebesar 1 m2 permukaan dalam 2 jam, penyinaran pada berbagai titik di atas permukaan, mengasumsikan distribusi searah, adalah
Penyinaran = = 1,04 kW/m2 (330 Btu/kaki2jam).
            Penyinaran adalah suatu ketepatan, istilah teknikal. Ada lebih dari dua pada umumnya menggunakan istilah untuk penyinaran cahaya matahari. Yang pertama adalah insolasi. Insolasi adalah penyinaran surya memantul pada suatu permukaan horizontal seperti bumi. Selama decade dan dalam ratusan lokasi melintasi negara, apakah benar tempat mengukur insolasi. Seperti yang kita akan lihat, pengukuran ini dapat digunakan untuk memprediksi seberapa baiknya suatu sistem pemanasan surya akam ditampilkan. Istilah lainnya sering digunakan untuk penyinaran surya adalah fluks surya. Fluks surya, penyinaran surya, dan insolasi seluruhnya menuju pada hal yang sama. Hanya perbedaannya adalah insolasi menunjuk kepada permukaan horizontal, sedangkan yang lainnya menunjuk boleh kepada permukaan sudut lainnya.
            Fluks surya atau penyinaran suatu permukaan penerima mempertahankan bagaimana secara langsung menghadapai matahari. Suatu permukaan menghadap matahari secara tepat akan menerima fluks tertinggi. Jika permukaan dimiringkan dari matahari, fluks akan menurun. Suatu pengumpul surya akan menerima energi lebih banyak ketika itu menghadap matahari secara langsung dan akan mengumpulkan energi lebih sedikit ketika itu dimiringkan dari matahari. Kemiringan suatu pengumpul surya harus diambil ke pencacahan jika kita menginginkan untuk dapat memprediksikan secara akurat bagaimana baiknya itu akan ditunjukkan.
            Peralatan untuk mengukur radiasi surya disebut pyranometer atau pyrheliometer. Pyrheliometer hanya mengukur langsung atau berkas radiasi secara langsung dari matahari.  Pyranometer mengukur total radiasi keduanya, langsung dan yang tersebar. Radiasi surya diukur dalam satuan W/m2, Btu/jamkaki2, atau dalam Langley/jam, di mana Langley = cal/cm2.
            Radiasi surya lebih banyak datang dari suatu secara relatif tipis, tampilan secara relatif dingin (5000oC) mendekati permukaan matahari dikenal sebagai fotosfer. Ketika energi matahari mencapai lintasan bumi, itu berisi suatu persentase yang membahayakan cahaya sinar matahari dan tetap sinar gamma dan sinar X lebih sedikit. Bagaimanapun, ketika melewati atmosfer bumi, sinar yang membahayakan ini secara luas menyaring bersama dengan panjang gelombang dari cahaya tampak. Ini memberikan kekuatan relatif dari berbagai jenis panjang gelombang cahaya matahari dan menunjukkan seberapa kuat jenis untuk perbedaan panjang gelombang. Melewati atmosfer melemahkan seluruh panjang gelombang cahaya. (Marian Jacobs Fisk, 1982)
Hidrogen (bahasa Latin: hydrogenium, dari bahasa Yunani: hydro: air, genes: membentuk) adalah unsur kimia pada tabel periodik yang memiliki simbol H dan nomor atom 1. Hidrogen juga adalah unsur paling melimpah dengan persentase kira-kira 75% dari total massa unsur alam semesta. Kebanyakan bintang dibentuk oleh hidrogen dalam keadaan plasma. Senyawa hidrogen relatif langka dan jarang dijumpai secara alami di bumi, dan biasanya dihasilkan secara industri dari berbagai senyawa hidrokarbon seperti metana. Hidrogen juga dapat dihasilkan dari air melalui proses elektrolisis, namun proses ini secara komersial lebih mahal daripada produksi hidrogen dari gas alam.
Hidrogen bukanlah sumber energi (energy source) melainkan pembawa energy (energy carrier), artinya hidrogen tidak tersedia bebas di alam atau dapat ditambang layaknya sumber energi fosil. Hidrogen harus diproduksi. Produksi hidrogen dari H2O merupakan cara utama untuk mendapatkan hidrogen dalam skala besar, tingkat kemurnian yang tinggi dan tidak melepaskan CO2. Kendala utama metode elektrolisis H2O konvensional saat ini adalah efisiensi total yang rendah (~30%), umur operasional electrolyzer yang pendek dan jenis material yang ada di pasaran masih sangat mahal. Kendala-kendala tersebut membuat hidrogen belum cukup ekonomis untuk dapat bersaing dengan bahan bakar konvesional saat ini.
Kegunaan Hydrogen Fuel Cells dalam transportasi digunakan untuk bis di Los angeles, Chicago, Vancouver dan Jerman dan sebagai prototipe hampir semua perusahaan otomotif di U.S dan pasar global. Kemudian pada Pembangkit Tenaga digunakan di perumahan dan perkantoran dan digunakan dalam aplikasi kendaraan militer.
Kinerja Hydrogen Fuel Cell serupa seperti aki (accu), hanya saja reaksi kimia penghasil tenaga listrik ini menggunakan hidrogen dan oksigen yg bereaksi dan mengalir seperti aliran bahan bakar melalui sebuah motor bakar. Namun tidak ada pembakaran dalam proses pembangkit listrik ini.Dengan demikian limbah dari proses ini hanyalah air murni yang aman untuk dibuang.
Namun ada hal yang sangat penting yang harus dimengerti mengenai hidrogen fuel cell ini bahwa tidak ada sumber hidrogen di alam. Berikut beberapa metode dan pembahasan dalam proses menghasilkan hidrogen:
1. Steam reforming:
CH4(g) + H2O(g) → CO(g) + 3H2(g) + energi
Steam reforming melibatkan proses pembakaran gas alam untuk memperoleh hidrogen. Hidrogen dapat dihasilkan oleh pabrik yang energi utamanya masih menggunakan bahan bakar fosil (minyak, gas ataupun batubara) . Akan tetapi CO2 hasil pembakaran di industri penyedia hidrogen fuel cell seperti di beberapa pabrik di Amerika Serikat dan Uni-Eropa memanfaatkan reservoir bawah tanah dengan menginjeksikan CO2 kedalam pori-pori batuan. Handling CO2 ini dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan pembakaran pada mesin transportasi yang dibuang bebas di udara.
Dengan demikian hydrogen fuel cell dianggap sebagai salah satu cara untuk mempermudah mengelola CO2 akibat proses pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas dan batubara). Sehingga yang harus diperhatikan adalah dimana terdapat pabrik penghasil hidrogen ini, maka disana terdapat penanganan CO2 hasil pembakaran. Apabila terjadi kebocoran reservoir, maka akan sama dampaknya dengan melepas limbah CO2 di alam bebas. Disinilah risiko penggunaan hidrogen dalam aspek lingkungan. Harus selalu diingat bahwa hidrogen tetap hanya berfungsi sebagai “distributor energi” (energy carrier) seperti energi listrik yg ditransmisikan melalui kabel.
Combustible fuel engine (carbon based) yang dianggap efisien, rata-rata memiliki efisiensi dibawah 40%. Banyak sekali panas yang hilang ketika merubah energi kimia (fuel) menjadi energi gerak. Sehingga efisiensi energi didalam combustible fuel engine (motor bakar) sangat rendah. Ketika dipakai untuk menghasilkan listrik fuel (BBM) akan sangat banyak yg dipakai.
Fuel Cell memiliki efisiensi yang cukup tinggi hingga mencapai angka diatas 70%. Kalau saja kita dapat menghasilkan gas hidrogen, barulah dengan fuel cell akan diperoleh efisiensi energi yg lebih baik. Untuk saat ini proses pembuatan hidrogen dari minyak bumi (energi fosil) hingga diperoleh listrik oleh fuel cell masih memerlukan biaya yang sangat mahal, dan juga masih mensisakan emisi karbon saat memproduksi “hydrogen fuel” ini. Sehingga usaha untuk menghemat energi ini masih memerlukan biaya tambahan.
2. Carbon Monoxide (Water Shift Gas Reaction):
CO(g) + H2O(g) → CO2(g) + H2 + energi
Pada proses ini, oksigen dari molekul air distripping (dilucuti) dan kemudian di ikat membentuk molekul karbondioksida, dan membebaskan hydrogen.
3. Elektrolisis Air:
2H2O(aq) → 2H2(g) + O2(g)
Hidrogen dapat diperoleh dari proses hidrolisis dari air. Namun, karena energi listrik dibutuhkan selama berlangsungnya proses, sangat sedikit hidrogen yang diproduksi menggunakan metode ini yaitu hanya sekitar 4 %. Gas hidrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada konsentrasi serendah 4% H2 di udara bebas. Hidrogen dapat membentuk senyawa dengan kebanyakan unsur dan dapat dijumpai dalam air dan senyawa-senyawa organik.



DAFTAR PUSTAKA


Fisk, Marian Jacobs. 1982. “INTRODUCTION TO SOLAR TECHNOLOGY”. California :  Addison-Wesley Publishing Company.
            Page : 8-10
Wurfel, Peter. 2009.”PHYSICS OF SOLAR CELLS”. USA  : Wiley-VCH Verlag GmbH and Co.KGaA.
Pages : 7-9, 21-22, 29, 32
Tanggal : 05 November 2014                                                     
Pukul : 23.05 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar