Kamis, 08 Januari 2015

SIFAT PENYERAPAN PLAT DATAR

BAB I


PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Radiasi, adalah perpindahan kalor dari dua sistem dalam keadaan vakum (ruang hampa udara). Contoh yang paling mudah adalah energi kalor yang menjalar dari matahari menembus ruang hampa menuju bumi. Radiasi matahari diserap oleh sebuah kolektor atau plat datar. Dalam hal ini, keadaan energi yang stabil berguna bagi sebuah kolektor merupakan perbedaan antara radiasi matahari yang diserap dan kerugian termalnya. Sebuah kolektor surya adalah jenis spesial dari penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas.
Energi termal dihantarkan dalam zat padat menurut salah satu dari dua modus berikut: melalui getaran kisi atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Dalam konduktor listrik yang baik, di mana terdapat elektron bebas yang bergerak di dalam struktur kisi bahan-bahan, maka elektron, di samping dapat mengangkut muatan listrik, dapat pula membawa energi termal dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah. Nilai konduktivitas termal beberapa bahan diberikan untuk memperlihatkan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam praktek. Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat tergantung pada suhu.
Masalahnya adalah bahwa rata-rata suhu plat penyerap sulit untuk menghitung atau mengukur karena merupakan fungsi dari desain kolektor, peristiwa radiasi matahari, dan kondisi cairan masuk. Keuntungan energi yang berguna dapat dinyatakan dalam hal temperatur inlet suatu fluida dan parameter, yang disebut faktor kolektor panas penghapusan, yang dapat dievaluasi secara analitis dari prinsip-prinsip dasar atau diukur secara eksperimen.
Di dalam percobaan sifat penyerapan plat datar ini, kita akan menggunakan plat datar aluminium sebagai penyerap energi panas dari lampu pijar. Dari hasil percobaan ini nantinya kita akan mengetahui hubungan antara intensitas dengan jarak dan waktu dari plat datar berwarna hitam dan merah.

1.2  Tujuan
            1.      Untuk mengetahui prinsip pyronometer pada plat datar.
2.      Untuk mengetahui hubungan antara intensitas dengan jarak dan waktu.
3.      Untuk mengetahui sifat-sifat radiasi pada plat datar berwarna hitam dan merah.

4.      Untuk mengetahui aplikasi dari sifat penyerapan kalor pada plat datar khususnya berwarna hitam. 

BAB II


LANDASAN TEORI

Kalor jenis secara fisis berarti jumlah energi yang dibutuhkan tiap suatu satuan massa zat agar temperaturnya berubah. Dengan kata lain jumlah kalor Q yang dibutuhkan satu benda dengan benda lain berbeda satu sama lain. Jika zat A kalor jenisnya lebih rendah dari zat B, maka artinya zat A cenderung mudah berubah temperaturnya, lebih cepat panas dan juga lebih cepat dingin. 
            Selain definisi kalor jenis dikenal juga istilah kapasitas kalor. Pada prinsipnya tidak ada perbedaan makna fisis yang signifikan pada kedua besaran ini (c dan C), C (kapasitas kalor) digunakan untuk keperluan praktis mengingat pada umumnya kita menggunakan massa zat tidak persis 1 gam sehingga perlu definisi lain yang melibatkan langsung faktor massa yang terlibat, sehingga :
C = mxc                                                                                       (2.1)
            Sehingga C berarti mewakili seluruh massa zat yang terlibat pada pertukaran kalor.
            Kita kenal hingga saat ini ada tiga jenis fase suatu zat dalam fisika yaitu: padat, cair, dan gas. Suatu zat dapat saja berubah dari fase satu ke fase yang lain jika menerima atau mengeluarkan sejumlah kalor pada tekanan yang tetap. Air dalam fase padat (es) misalnya, ketika menerima sejumlah kalor dalam kadar tertentu dapat berubah fase menjadi cair (air), perubahan ini dinamakan mencair atau melebur dan proses sebaliknya disebut membeku, dan jika menerima kalor lebih besar dapat berubah menjadi uap air (gas) atau disebut dengan menguap, meskipun tidak semua zat padat harus melalui fase cair sebelum menjadi uap, contohnya kapur barus dan es kering, proses ini disebut menyublim atau subimasi. Proses ini terjadi karena aktivitas dan perilaku molekul zat yang berubah. Misalnya proses air yang menguap menjadi uap air, secara molekuler pross yang terjadi adalah karena zat menerima kalor, energi kinetik dari molekul air bertambah yang digunakan untuk memutuskan gaya tarik antar molekul sehingga merenggang dan menjadi uap.
            Kalor, atau naiknya temperatur bukan satu-satunya penyebab perubahan fase. Pada air tekanan juga menjadi faktor lain. Misalnya pada proses mencairnya es menjadi air (cair), terjadi pada temperatur 0oC tapi juga dan menguap pada temperatur 100oC, proses ini terjadi apabila tekanan pada 1 atm.
            Apabila dua zat A dan zat B yang pada awalnya memiliki temperatur masing-masing toA dan toB dicampurkan secara baik sehingga pertkaran kalor terjadi secara sempurna maka akan terjadi pertukaran kalor secara terus-menerus sampai kedua zat mencapai kesetimbangan termal.
Kesetimbangan ini ditandai dengan temperatur dari keduanya menjadi sama besar. Tidak ada kalor lain yang masuk atau keluar dari sistem ini.
Agar menjamin kondisi yang ideal di mana lingkungan (udara) tidak berinteraksi ke dalam sistem diperlukan suatu isolator temperatur supaya kalor sistem tidak keluar, demikian juga kalor yang mungkin ada di luar sistem tidak masuk ke dalam. Selain itu temperatur yang berada di dalam sistem harus bisa teramati dengan baik. Untuk keperluan inilah Kalorimeter dirancang.
Zat yang melepas kalor adalah zat yang kita panaskan dan belum diketahui kalor jenisnya berindeks B, sedangkan yang menerima adalah air (indeks A) dan wadah pencampuran (kalorimeter) berindeks K.
          Kalor dapat berpindah dari satu zat ke zat lain dalam tiga cara yaitu:
1.    Radiasi, adalah perpindahan kalor dari dua sistem dalam keadaan vakum (ruang hampa udara). Contoh yang paling mudah adalah energi kalor yang menjalar dari matahari menembus ruang hampa menuju bumi.
2.    Konveksi, adalah perpindahan kalor dari dua sistem dengan perantaraan udara. Contoh dari konveksi adalah aliran angin karena perbedaan temperatur antara dua daerah.
3.    Konduksi, yaitu perpindahan kalor antara dua sistem yang bersentuhan langsung akibat perbedaan temperatur atau dikenal dengan “gradien temperatur” di antara keduanya. (Mohamad Ishaq, 2010)
Mekanisme konduksi termal pada gas cukup sederhana. Energi kinetik molekul ditunjukkan oleh suhunya, jadi pada bagian bersuhu tinggi molekul-molekul mempunyai kecepatan yang lebih tinggi daripada yang berada pada bagian bersuhu rendah. Molekul-molekul itu selalu berada dalam gerakan rambang atau acak, saling bertumbukan satu sama lain, di mana terjadi pertukaran energi dan momentum. Perlu diingat bahwa molekul-molekul itu selalu berada di dalam gerakan rambang walaupun tidak terdapat gradien suhu dalam gas itu. Jika suatu molekul bergerak dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah, maka molekul itu mengangkut energi kinetik ke bagian sistem yang suhunya lebih rendah, dan di sini menyerahkan energinya pada waktu bertumbukan dengan molekul yang energinya lebih rendah.
Nilai konduktivitas termal beberapa bahan diberikan untuk memperlihatkan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam praktek. Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat tergantung pada suhu. Pengolahan analitis yang disederhanakan menunjukkan bahwa konduktivitas termal gas berubah menurut akar pangkat dua dari suhu absolut. Kecepatan bunyi dalam gas bergantung pada akar pangkat dua suhu absolut; kecepatan ini hampir sama dengan kecepatan rata-rata molekul. Jika tekanan gas mendekati tekanan kritisnya, atau umumnya, bilamana kita berhadapan dengan gas non ideal maka data konduktivitas termal harus dicari dari sumber-sumber lain.
Mekanika fisis konduksi energi termal dalam zat cair secara kualitatif tidak berbeda dari gas; namun, situasinya menjadi jauh lebih rumit karena molekul-molekulnya lebih berdekatan satu sama lain, sehingga medan gaya molekul lebih besar pengaruhnya pada pertukaran energi dalam proses tubrukan molekul.
Energi termal dihantarkan dalam zat padat menurut salah satu dari dua modus berikut: melalui getaran kisi atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Dalam konduktor listrik yang baik, di mana terdapat elektron bebas yang bergerak di dalam struktur kisi bahan-bahan, maka elektron, di samping dapat mengangkut muatan listrik, dapat pula membawa energi termal dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah, sebagaimana halnya dalam gas. Bahkan elektron ini sering digunakan gas elektron. Energi dapat pula berpindah sebagai energi getaran dalam struktur kisi bahan. Namun, pada umumnya, perpindahan energi melalui getaran ini tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Karena itu, penghantar listrik yang baik selalu merupakan penghantar kalor yang baik pula, seperti halnya tembaga, aluminium, dan perak.
Pada suhu tinggi, perpindahan energi pada bahan isolator berlangsung dalam beberapa cara: konduksi melalui bahan berongga atau padat; konduksi melalui udara yang terkurung dalam rongga-rongga; dan jika suhu cukup tinggi, melalui radiasi.
Kecepatan udara yang ditiupkan ke plat panas akan mempengaruhi laju perpindahan kalor. Diperkirakan bahwa laju perpindahan kalor aan berbeda jika plat itu didinginkan dengan air dan bukan dengan udara; tetapi, masalahnya ialah jumlah perbedaan suhu itu. Diketahui bahwa plat logam panas akan menjadi dingin lebih cepat bila ditaruh di depan kipas angin dibandingkan dengan bilamana ditempatkan di udara tenang. Kalor dikonveksi atau diili luar, dan proses ini dinamakan perpindahan kalor secara konveksi atau ilian. Istilah konveksi atau ilian sudah memberikan gambaran tentang apa yang terjadi dalam proses perpindahan kalor.
Kecepatan aliran akibat aksi kental dengan menggunakan konduktivitas termal fluida dan gradien suhu fluida pada dinding.  Gradient suhu bergantung pada laju fluida membawa kalor dari situ; kecepatan yang tinggi akan menyebabkan gradient suhu yang besar pula, dan demikian seterusnya.
Perpindahan kalor konveksi bergantung kepada viskositas fluida di samping ketergantungannya kepada sifat-sifat termal fluida itu (konduktivitas termal, kalor spesifik, densitas). Hal ini dapat dimengerti karena viskositas mempengaruhi profil kecepatan, dan karena itu, mempengaruhi laju perpindahan energi di bidang dinding.
Jika suatu plat panas dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber gerakan dari luar, maka udara itu akan bergerak sebagai akibat terjadinya gradient densitas di dekat plat itu. Peristiwa itu dinamakan konveksi alamiah atau konveksi bebas untuk membedakannya dari konveksi paksa yang terjadi apabila udara itu dihembuskan di atas pelat itu dengan kipas. Fenomena pendidihan dan pengembunan juga termasuk dalam kelompok masalah perpindahan kalor konveksi.
Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, di mana perpindahan energi terjadi melalui bahan antara, kalor juga dapat berpindah-pindah melalui daerah-daerah hampa. Mekanismenya di sini adalah sinaran atau radiasi elektromagnetik. Pembahasan termodinamika menunjukkan bahwa radiator (penyinar) ideal, atau benda hitam, memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat suhu absolut benda itu dan berbanding langsung dengan luas permukaan.
Suatu benda dikatakan hitam karena permukaannya yang hitam seperti umpamanya logam yang dilapisi dengan jelaga; mempunyai tingkah lakuyang hampir seperti itu. Permukaan jenis lain, seperti yang dicat mengkilap atau plat logam yang dipoles dengan tidak memancarkan energi sebanyak benda hitam; akan tetapi jumlah radiasi yang dipancarkan benda-benda itu masih mengikuti proporsionalitas. Untuk memperhitungkan sifat kelabu permukaan yang demikian, ditampilkan suatu faktor lain ke dalamnya, yang disebut emisivitas atau kepancaran, yang menghubungkan sinar dari permukaan kelabu dengan permukaan yang hitam sempurna. radiasi dari suatu permukaan tidak seluruhnya sampai ke permukaan lain, karena radiasi elektromagnetik berjalan menurut garis lurus dan sebagian hilang ke lingkungan. (J.P. Holman, 1986)
Dalam keadaan stabil, kinerja kolektor surya dijelaskan oleh keseimbangan energi yang menunjukkan peristiwa distribusi energi matahari menjadi keuntungan yang berguna bagi energi, kerugian termal, dan kerugian optik. Radiasi matahari diserap oleh kolektor, S, sama seperti perbedaan antara peristiwa radiasi matahari dan kerugian optik. Energi panas hilang dari kolektor ke lingkungan dengan konduksi, konveksi, dan radiasi inframerah dapat diwakili oleh koefisien perpindahan panas, UL, dikali perbedaan antara rata-rata suhu pelat absorber, Tp,m dan suhu lingkungan, Ta. Dalam keadaan energi yang dikeluarkan stabil yang berguna dari sebuah kolektor kemudian perbedaan antara radiasi matahari yang diserap dan kerugian termalnya.
Masalahnya adalah bahwa rata-rata suhu plat penyerap sulit untuk menghitung atau mengukur karena merupakan fungsi dari desain kolektor, peristiwa radiasi matahari, dan kondisi cairan masuk. Keuntungan energi yang berguna dapat dinyatakan dalam hal temperatur inlet suatu fluida dan parameter, yang disebut faktor kolektor panas penghapusan, yang dapat dievaluasi secara analitis dari prinsip-prinsip dasar atau diukur secara eksperimen.
Seringkali, dasar waktu yang paling nyaman untuk radiasi solar merupakan jam daripada detik karena ini adalah periode pelaporan data meteorologi yang normal. Kita dapat mempertimbangkan S menjadi rata-rata energi selama 1 jam dengan unit J/m2.jam di mana panas rugi diistilahkan, UL (Tp,m-Ta) harus dikalikan dengan 3600s/jam untuk mendapatkan nilai numerik dari pengumpulan energi berguna di J/jam. Waktu dasar dari jam bukan pada penggunaan satuan SI yang sesuai tapi pada interpretasi yang terkadang nyaman.
Analisis rinci dari kolektor surya adalah masalah yang rumit. Untungnya, analisis yang relatif sederhana akan menghasilkan hasil yang sangat berguna. Hasil ini menunjukkan variabel penting, bagaimana mereka berhubungan, dan bagaimana mereka mempengaruhi kinerja kolektor surya untuk menggambarkan prinsip-prinsip dasar dari pemanasan kolektor cair. Analisis yang disajikan mengikuti derivasi dasar dari Willier dan Hottel.
Untuk menghargai pembangunan yang terjadi, itu diinginkan untuk memiliki pemahaman tentang distribusi temperatur yang ada dalam kolektor surya dibangun. Beberapa energi matahari yang diserap oleh plat haruslah dilakukan pada sepanjang lempeng ke daerah tabung. Dengan demikian, di tengah-tengah suhu antara tabung akan lebih tinggi daripada suhu di sekitar tabung. Suhu di atas tabung hampir akan seragam karena adanya tabung dan logam las.
Sebuah kolektor surya adalah jenis spesial dari penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Sebuah kolektor surya berbeda dalam beberapa hal lebih dari penukar panas konvensional. Yang terakhir biasanya mencapai cairan ke pertukaran cairan dengan kecepatan transfer panas tinggi dan dengan radiasi sebagai faktor penting. Dalam kolektor surya, transfer sumber energi dari yang jauh ke energi radiasi untuk cairan. Dengan demikian, analisis kolektor surya menyajikan masalah yang unik dari fluks energi yang rendah dan bervariasi serta pentingnya relatif besar radiasi.
Kolektor plat datar dapat dirancang untuk aplikasi yang memerlukan pengiriman energi pada suhu sedang, hingga mungkin 100oC di atas suhu lingkungan. Mereka menggunakan kedua balok dan radiasi matahari menyebar, tidak memerlukan pelacakan matahari, dan mereka membutuhkan sedikit perawatan. Mereka lebih sederhana secara mekanis daripada kolektor berkonsentrasi. Aplikasi utama dari satuan ini terdapat dalam pemanas air dan bangunan pemanas matahari, sedangkan penggunaan potensial termasuk bangunan AC dan panas proses industri. Pasif bangunan dipanaskan dapat dipandang sebagai kasus khusus kolektor datar plat dengan ruang penyimpanan atau dinding sebagai penyerap.
            Pentingnya kolektor plat datar dalam proses termal sehingga kinerja termal mereka diperlakukan di sini secara rinci. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan pemahaman tentang bagaimana fungsi komponen. Dalam banyak kasus praktis perhitungan desain, formulasi  kinerja kolektor dikurangi untuk bentuk yang relatif sederhana.
Kolektor plat datar yang hampir selalu dipasang dalam posisi stasioner dengan orientasi dioptimalkan untuk lokasi tertentu dalam pertanyaan untuk kurun waktu di mana perangkat surya dimaksudkan untuk beroperasi. Dalam bentuk yang paling umum, udara atau cairan pemanas atau generator uap memiliki tekanan yang rendah. Dengan demikian, mungkin ha ini diinginkan untuk merancang sebuah kolektor dengan efisiensi yang lebih rendah daripada teknologi yang mungkin jika dibuat secara signifikan biaya berkurang. Dalam hal apapun, perlu untuk memprediksi kinerja kolektor(John A. Duffie, 1980)


DAFTAR PUSTAKA

Duffie, John.A. 1980. “SOLAR ENGINEERING OF THERMAL PROCESSES”. New York :
           John Wiley & Sons.
           Pages : 197-200
Holman, J.P. 1986. “PERPINDAHAN KALOR”. Edisi Keenam. Cetakan Kedua. Jakarta : 
             Erlangga.
             Halaman : 52-58
Ishaq, Muhammad. 2010. “FISIKA DASAR”. Yogyakarta : Graha Ilmu.
          Halaman : 238-246

Tidak ada komentar:

Posting Komentar