BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radiasi, adalah perpindahan kalor dari
dua sistem dalam keadaan vakum (ruang hampa udara). Contoh yang paling mudah
adalah energi kalor yang menjalar dari matahari menembus ruang hampa menuju
bumi. Radiasi
matahari diserap
oleh sebuah kolektor
atau plat datar. Dalam hal ini, keadaan energi yang
stabil berguna bagi sebuah kolektor merupakan perbedaan antara radiasi matahari yang
diserap dan kerugian termalnya.
Sebuah kolektor surya adalah
jenis spesial dari penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas.
Energi termal
dihantarkan dalam zat padat menurut salah satu dari dua modus berikut: melalui
getaran kisi atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Dalam konduktor
listrik yang baik, di mana terdapat elektron bebas yang bergerak di dalam
struktur kisi bahan-bahan, maka elektron, di samping dapat mengangkut muatan
listrik, dapat pula membawa energi termal dari daerah bersuhu tinggi ke daerah
bersuhu rendah. Nilai konduktivitas termal beberapa bahan diberikan untuk
memperlihatkan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam praktek. Pada
umumnya konduktivitas termal itu sangat tergantung pada suhu.
Masalahnya
adalah bahwa rata-rata suhu
plat penyerap sulit untuk menghitung atau mengukur
karena merupakan fungsi dari desain kolektor, peristiwa radiasi matahari, dan kondisi cairan masuk. Keuntungan
energi yang berguna dapat dinyatakan
dalam hal temperatur inlet suatu
fluida dan parameter,
yang disebut faktor kolektor panas penghapusan,
yang dapat dievaluasi secara analitis dari prinsip-prinsip
dasar atau diukur secara eksperimen.
Di dalam percobaan sifat
penyerapan plat datar ini, kita akan menggunakan plat datar aluminium sebagai
penyerap energi panas dari lampu pijar. Dari hasil percobaan ini nantinya kita
akan mengetahui hubungan antara intensitas dengan jarak dan waktu dari plat
datar berwarna hitam dan merah.
1.2 Tujuan
1.
Untuk mengetahui prinsip pyronometer
pada plat datar.
2. Untuk
mengetahui hubungan antara intensitas dengan jarak dan waktu.
3. Untuk
mengetahui sifat-sifat radiasi pada plat datar berwarna hitam dan merah.
4. Untuk
mengetahui aplikasi dari sifat penyerapan kalor pada plat datar khususnya
berwarna hitam.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Kalor jenis secara fisis berarti jumlah
energi yang dibutuhkan tiap suatu satuan massa zat agar temperaturnya berubah.
Dengan kata lain jumlah kalor Q yang dibutuhkan satu benda dengan benda lain
berbeda satu sama lain. Jika zat A kalor jenisnya lebih rendah dari zat B, maka
artinya zat A cenderung mudah berubah temperaturnya, lebih cepat panas dan juga
lebih cepat dingin.
Selain
definisi kalor jenis dikenal juga istilah kapasitas kalor. Pada prinsipnya
tidak ada perbedaan makna fisis yang signifikan pada kedua besaran ini (c dan
C), C (kapasitas kalor) digunakan untuk keperluan praktis mengingat pada
umumnya kita menggunakan massa zat tidak persis 1 gam sehingga perlu definisi
lain yang melibatkan langsung faktor massa yang terlibat, sehingga :
C
= mxc (2.1)
Sehingga
C berarti mewakili seluruh massa zat yang terlibat pada pertukaran kalor.
Kita
kenal hingga saat ini ada tiga jenis fase suatu zat dalam fisika yaitu: padat,
cair, dan gas. Suatu zat dapat saja berubah dari fase satu ke fase yang lain
jika menerima atau mengeluarkan sejumlah kalor pada tekanan yang tetap. Air
dalam fase padat (es) misalnya, ketika menerima sejumlah kalor dalam kadar
tertentu dapat berubah fase menjadi cair (air), perubahan ini dinamakan mencair
atau melebur dan proses sebaliknya disebut membeku, dan jika menerima kalor
lebih besar dapat berubah menjadi uap air (gas) atau disebut dengan menguap, meskipun
tidak semua zat padat harus melalui fase cair sebelum menjadi uap, contohnya
kapur barus dan es kering, proses ini disebut menyublim atau subimasi. Proses
ini terjadi karena aktivitas dan perilaku molekul zat yang berubah. Misalnya
proses air yang menguap menjadi uap air, secara molekuler pross yang terjadi
adalah karena zat menerima kalor, energi kinetik dari molekul air bertambah
yang digunakan untuk memutuskan gaya tarik antar molekul sehingga merenggang
dan menjadi uap.
Kalor,
atau naiknya temperatur bukan satu-satunya penyebab perubahan fase. Pada air
tekanan juga menjadi faktor lain. Misalnya pada proses mencairnya es menjadi
air (cair), terjadi pada temperatur 0oC tapi juga dan menguap pada
temperatur 100oC, proses ini terjadi apabila tekanan pada 1 atm.
Apabila dua zat A dan zat B yang pada
awalnya memiliki temperatur masing-masing toA dan toB
dicampurkan secara baik sehingga pertkaran kalor terjadi secara sempurna maka
akan terjadi pertukaran kalor secara terus-menerus sampai kedua zat mencapai
kesetimbangan termal.
Kesetimbangan ini
ditandai dengan temperatur dari keduanya menjadi sama besar. Tidak ada kalor
lain yang masuk atau keluar dari sistem ini.
Agar menjamin kondisi
yang ideal di mana lingkungan (udara) tidak berinteraksi ke dalam sistem
diperlukan suatu isolator temperatur supaya kalor sistem tidak keluar, demikian
juga kalor yang mungkin ada di luar sistem tidak masuk ke dalam. Selain itu
temperatur yang berada di dalam sistem harus bisa teramati dengan baik. Untuk
keperluan inilah Kalorimeter dirancang.
Zat yang melepas kalor
adalah zat yang kita panaskan dan belum diketahui kalor jenisnya berindeks B,
sedangkan yang menerima adalah air (indeks A) dan wadah pencampuran (kalorimeter)
berindeks K.
Kalor dapat berpindah
dari satu zat ke zat lain dalam tiga cara yaitu:
1. Radiasi,
adalah perpindahan kalor dari dua sistem dalam keadaan vakum (ruang hampa
udara). Contoh yang paling mudah adalah energi kalor yang menjalar dari
matahari menembus ruang hampa menuju bumi.
2. Konveksi,
adalah perpindahan kalor dari dua sistem dengan perantaraan udara. Contoh dari
konveksi adalah aliran angin karena perbedaan temperatur antara dua daerah.
3. Konduksi,
yaitu perpindahan kalor antara dua sistem yang bersentuhan langsung akibat
perbedaan temperatur atau dikenal dengan “gradien temperatur” di antara
keduanya. (Mohamad Ishaq, 2010)
Mekanisme konduksi termal pada gas cukup
sederhana. Energi kinetik molekul ditunjukkan oleh suhunya, jadi pada bagian
bersuhu tinggi molekul-molekul mempunyai kecepatan yang lebih tinggi daripada
yang berada pada bagian bersuhu rendah. Molekul-molekul itu selalu berada dalam
gerakan rambang atau acak, saling bertumbukan satu sama lain, di mana terjadi
pertukaran energi dan momentum. Perlu diingat bahwa molekul-molekul itu selalu
berada di dalam gerakan rambang walaupun tidak terdapat gradien suhu dalam gas
itu. Jika suatu molekul bergerak dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu
rendah, maka molekul itu mengangkut energi kinetik ke bagian sistem yang
suhunya lebih rendah, dan di sini menyerahkan energinya pada waktu bertumbukan
dengan molekul yang energinya lebih rendah.
Nilai konduktivitas
termal beberapa bahan diberikan untuk memperlihatkan urutan besaran yang
mungkin didapatkan dalam praktek. Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat
tergantung pada suhu. Pengolahan analitis yang disederhanakan menunjukkan bahwa
konduktivitas termal gas berubah menurut akar pangkat dua dari suhu absolut.
Kecepatan bunyi dalam gas bergantung pada akar pangkat dua suhu absolut;
kecepatan ini hampir sama dengan kecepatan rata-rata molekul. Jika tekanan gas
mendekati tekanan kritisnya, atau umumnya, bilamana kita berhadapan dengan gas
non ideal maka data konduktivitas termal harus dicari dari sumber-sumber lain.
Mekanika fisis konduksi
energi termal dalam zat cair secara kualitatif tidak berbeda dari gas; namun,
situasinya menjadi jauh lebih rumit karena molekul-molekulnya lebih berdekatan
satu sama lain, sehingga medan gaya molekul lebih besar pengaruhnya pada
pertukaran energi dalam proses tubrukan molekul.
Energi termal
dihantarkan dalam zat padat menurut salah satu dari dua modus berikut: melalui
getaran kisi atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Dalam konduktor
listrik yang baik, di mana terdapat elektron bebas yang bergerak di dalam
struktur kisi bahan-bahan, maka elektron, di samping dapat mengangkut muatan
listrik, dapat pula membawa energi termal dari daerah bersuhu tinggi ke daerah
bersuhu rendah, sebagaimana halnya dalam gas. Bahkan elektron ini sering
digunakan gas elektron. Energi dapat pula berpindah sebagai energi getaran
dalam struktur kisi bahan. Namun, pada umumnya, perpindahan energi melalui
getaran ini tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Karena itu,
penghantar listrik yang baik selalu merupakan penghantar kalor yang baik pula,
seperti halnya tembaga, aluminium, dan perak.
Pada suhu tinggi,
perpindahan energi pada bahan isolator berlangsung dalam beberapa cara:
konduksi melalui bahan berongga atau padat; konduksi melalui udara yang
terkurung dalam rongga-rongga; dan jika suhu cukup tinggi, melalui radiasi.
Kecepatan udara yang
ditiupkan ke plat panas akan mempengaruhi laju perpindahan kalor. Diperkirakan
bahwa laju perpindahan kalor aan berbeda jika plat itu didinginkan dengan air
dan bukan dengan udara; tetapi, masalahnya ialah jumlah perbedaan suhu itu.
Diketahui bahwa plat logam panas akan menjadi dingin lebih cepat bila ditaruh
di depan kipas angin dibandingkan dengan bilamana ditempatkan di udara tenang.
Kalor dikonveksi atau diili luar, dan proses ini dinamakan perpindahan kalor
secara konveksi atau ilian. Istilah konveksi atau ilian sudah memberikan
gambaran tentang apa yang terjadi dalam proses perpindahan kalor.
Kecepatan aliran akibat
aksi kental dengan menggunakan konduktivitas termal fluida dan gradien suhu
fluida pada dinding. Gradient suhu
bergantung pada laju fluida membawa kalor dari situ; kecepatan yang tinggi akan
menyebabkan gradient suhu yang besar pula, dan demikian seterusnya.
Perpindahan kalor
konveksi bergantung kepada viskositas fluida di samping ketergantungannya
kepada sifat-sifat termal fluida itu (konduktivitas termal, kalor spesifik,
densitas). Hal ini dapat dimengerti karena viskositas mempengaruhi profil
kecepatan, dan karena itu, mempengaruhi laju perpindahan energi di bidang dinding.
Jika suatu plat panas
dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber gerakan dari luar, maka
udara itu akan bergerak sebagai akibat terjadinya gradient densitas di dekat
plat itu. Peristiwa itu dinamakan konveksi alamiah atau konveksi bebas untuk
membedakannya dari konveksi paksa yang terjadi apabila udara itu dihembuskan di
atas pelat itu dengan kipas. Fenomena pendidihan dan pengembunan juga termasuk
dalam kelompok masalah perpindahan kalor konveksi.
Berlainan dengan
mekanisme konduksi dan konveksi, di mana perpindahan energi terjadi melalui
bahan antara, kalor juga dapat berpindah-pindah melalui daerah-daerah hampa.
Mekanismenya di sini adalah sinaran atau radiasi elektromagnetik. Pembahasan
termodinamika menunjukkan bahwa radiator (penyinar) ideal, atau benda hitam,
memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat suhu absolut
benda itu dan berbanding langsung dengan luas permukaan.
Suatu benda dikatakan
hitam karena permukaannya yang hitam seperti umpamanya logam yang dilapisi
dengan jelaga; mempunyai tingkah lakuyang hampir seperti itu. Permukaan jenis
lain, seperti yang dicat mengkilap atau plat logam yang dipoles dengan tidak
memancarkan energi sebanyak benda hitam; akan tetapi jumlah radiasi yang
dipancarkan benda-benda itu masih mengikuti proporsionalitas. Untuk
memperhitungkan sifat kelabu permukaan yang demikian, ditampilkan suatu faktor
lain ke dalamnya, yang disebut emisivitas atau kepancaran, yang menghubungkan
sinar dari permukaan kelabu dengan permukaan yang hitam sempurna. radiasi dari
suatu permukaan tidak seluruhnya sampai ke permukaan lain, karena radiasi
elektromagnetik berjalan menurut garis lurus dan sebagian hilang ke
lingkungan. (J.P. Holman, 1986)
Dalam keadaan stabil, kinerja
kolektor surya dijelaskan
oleh keseimbangan energi yang menunjukkan peristiwa distribusi energi matahari menjadi keuntungan yang berguna bagi
energi, kerugian termal,
dan kerugian optik. Radiasi matahari diserap oleh kolektor, S,
sama seperti perbedaan antara peristiwa radiasi matahari dan kerugian optik. Energi panas hilang
dari kolektor ke lingkungan dengan konduksi, konveksi, dan radiasi inframerah dapat diwakili oleh koefisien perpindahan panas, UL, dikali perbedaan antara rata-rata suhu pelat absorber, Tp,m dan suhu
lingkungan, Ta. Dalam
keadaan energi yang
dikeluarkan stabil yang berguna dari
sebuah kolektor kemudian perbedaan
antara radiasi matahari yang
diserap dan kerugian termalnya.
Masalahnya
adalah bahwa rata-rata suhu
plat penyerap sulit untuk menghitung atau mengukur
karena merupakan fungsi dari desain kolektor, peristiwa radiasi matahari, dan kondisi cairan masuk. Keuntungan
energi yang berguna dapat dinyatakan
dalam hal temperatur inlet suatu
fluida dan parameter,
yang disebut faktor kolektor panas penghapusan,
yang dapat dievaluasi secara analitis dari prinsip-prinsip
dasar atau diukur secara eksperimen.
Seringkali, dasar waktu yang
paling nyaman untuk radiasi solar merupakan jam daripada detik karena ini adalah periode pelaporan data meteorologi
yang normal. Kita dapat mempertimbangkan S menjadi rata-rata energi selama
1 jam dengan unit
J/m2.jam di mana panas
rugi diistilahkan, UL (Tp,m-Ta) harus
dikalikan dengan 3600s/jam untuk
mendapatkan nilai numerik dari
pengumpulan energi berguna di J/jam. Waktu
dasar dari jam
bukan pada penggunaan satuan SI yang
sesuai tapi pada interpretasi yang terkadang nyaman.
Analisis rinci dari kolektor
surya adalah masalah yang rumit. Untungnya, analisis
yang relatif sederhana akan menghasilkan hasil
yang sangat berguna. Hasil ini
menunjukkan variabel penting,
bagaimana mereka berhubungan, dan bagaimana mereka mempengaruhi kinerja
kolektor surya untuk menggambarkan prinsip-prinsip dasar
dari pemanasan kolektor cair. Analisis yang disajikan mengikuti derivasi dasar dari Willier dan Hottel.
Untuk menghargai pembangunan yang terjadi, itu diinginkan untuk memiliki pemahaman tentang distribusi
temperatur yang ada dalam kolektor surya dibangun.
Beberapa energi matahari yang
diserap oleh plat haruslah dilakukan pada sepanjang lempeng ke daerah tabung. Dengan demikian, di tengah-tengah suhu antara tabung akan lebih tinggi daripada suhu di sekitar tabung. Suhu di atas
tabung hampir akan seragam karena adanya tabung
dan logam las.
Sebuah kolektor surya adalah
jenis spesial dari penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Sebuah kolektor surya berbeda
dalam beberapa hal lebih dari penukar
panas konvensional. Yang terakhir
biasanya mencapai cairan ke pertukaran cairan dengan kecepatan
transfer panas tinggi dan dengan radiasi sebagai faktor penting. Dalam kolektor
surya, transfer sumber energi dari yang jauh ke energi radiasi untuk cairan.
Dengan demikian, analisis kolektor surya menyajikan
masalah yang unik dari fluks energi yang rendah dan bervariasi
serta
pentingnya relatif
besar radiasi.
Kolektor
plat datar dapat dirancang untuk aplikasi yang memerlukan
pengiriman energi pada suhu sedang, hingga mungkin
100oC di atas suhu
lingkungan. Mereka menggunakan
kedua balok dan radiasi matahari
menyebar, tidak memerlukan pelacakan matahari, dan
mereka membutuhkan sedikit perawatan. Mereka lebih sederhana secara mekanis daripada kolektor
berkonsentrasi. Aplikasi utama dari satuan ini terdapat dalam pemanas air dan bangunan pemanas
matahari, sedangkan penggunaan potensial termasuk bangunan AC dan panas
proses industri. Pasif bangunan dipanaskan dapat
dipandang sebagai kasus khusus kolektor
datar plat dengan
ruang penyimpanan atau dinding
sebagai penyerap.
Pentingnya kolektor plat
datar dalam proses termal sehingga kinerja termal mereka diperlakukan di
sini secara rinci. Hal ini
dilakukan untuk mengembangkan
pemahaman tentang bagaimana fungsi komponen. Dalam banyak
kasus praktis perhitungan desain,
formulasi kinerja kolektor dikurangi
untuk bentuk yang relatif sederhana.
Kolektor plat datar yang hampir selalu dipasang dalam
posisi stasioner dengan orientasi dioptimalkan untuk lokasi tertentu dalam pertanyaan untuk kurun waktu di mana perangkat surya
dimaksudkan untuk beroperasi. Dalam
bentuk yang paling umum, udara atau cairan
pemanas atau generator
uap memiliki tekanan
yang
rendah. Dengan
demikian, mungkin ha
ini diinginkan untuk merancang sebuah
kolektor dengan efisiensi
yang lebih rendah daripada teknologi
yang
mungkin jika dibuat secara signifikan biaya berkurang.
Dalam hal apapun, perlu untuk memprediksi kinerja kolektor. (John A. Duffie, 1980)
DAFTAR PUSTAKA
Duffie, John.A. 1980. “SOLAR ENGINEERING
OF THERMAL PROCESSES”. New York :
John Wiley & Sons.
Pages : 197-200
Holman, J.P. 1986. “PERPINDAHAN KALOR”.
Edisi Keenam. Cetakan Kedua. Jakarta :
Erlangga.
Halaman : 52-58
Ishaq, Muhammad. 2010. “FISIKA DASAR”.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Halaman : 238-246
Tidak ada komentar:
Posting Komentar